Sunday, June 13, 2010

Ripping

A substitute for blasting ?





Rippers and Ripping



1. Rippers can range from single shank to 3 shank, even up to a dozen shanks.
2. Ripper depth can be adjusted and on some the ripping angle can be adjusted
3. Traction tends to increase while pushing because of added ripper weight
4. Added weight can be a disadvantage because of stress on final drives.
5. During stripping only rip what you can handle in a day



Three shank ripper: Wide swath Easy-to-rip material

When To Rip?

When blasting is not feasible !
1. Environmental problems
a. A quarry close to built up area?

2. Economics
a. Small area / volume to fragment
* Not worth to go through the hassle with blasting
b. Thin layer of hard material
* Blasting requires small dia., densely spaced holes
c. Relatively soft material



Which rock can be ripped?

Favorable conditions:
1. Stratification
2. Weathering
3. Brittle, crystalline
4. Laminations & thin layers
5. Fractures
6. Faults or planes of weakness

Unfavorable :
1. Fine grained with strong binder
2. Massive and homogenous
3. No weakness planes
4. Moist (solidifies the rock surface)
5. Non-crystalline and non-brittle

Assessing Rippability : Seismics





Note: this plot is ripper-specific



Adjustable Parallelogram Ripper



Ripper Options (455):



1. Variable Giant Ripper
a. Single shank, parallelogram, hydraulic pin puller
b. Max penetration depth: 4’ 8” (1435 mm)

2. Multi-shank Ripper
a. Three shank, parallelogram
b. Max penetration depth: 3’ 6”

Single Shank: “Wish List”



Multi-shank Ripper



Multi-Shank: Features



Tips





Modern Ripper Advantages



1. High penetration force to get the shank tip into the ground
2. Undercarriage design keeps track in contact with the ground to transfer all available power and prevent track shoe slip
c. Very high and efficient transfer of engine power to the tracks through double reduction final drives


Dozing vs. Ripping
Ripping Requirements




Productivity

1. Consider width of a singe pass
a. Consider ripping “cone”
2. Consider ripper speed
a. Second gear (at most)
3. Is cross-ripping required?
a. More time needed for cross-ripping!
4. Put it all together and take the best shot

Friday, June 11, 2010

PENGOLAHAN DATA SEISMIK


Beberapa tahapan yang biasa dilalui didalam pengolahan data seismik:
1. Edit Geometri
Data sebelumnya di-demultiplex dan mungkin di-resampel kemudian di-sorting didalam CDP (common deep point) atau CMP (common mid point). Informasi mengenai lokasi sumber dan penerima, jumlah penerima, jarak antara penerima dan jarak antara sumber di-entry didalam proses ini.
2. Koreksi Statik
Koreksi statik dilakukan untuk mengkoreksi waktu tempuh gelombang seismik yang ter-delay akibat lapisan lapuk atau kolom air laut yang dalam.
3. Automatic Gain Control (AGC)
Kompensasi amplitudo gelombang seismik akibat adanya divergensi muka gelombang dan sifat attenuasi bumi.
4. Dekonvolusi (Pre-Stack)
Dekonvolusi dilakukan untuk meningkatkan resolusi vertikal (temporal) dan meminimalisir efek multiplek.
5. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) dan Koreksi NMO
Analisis kecepatan melibatkan semblance, gather, dan kecepatan konstan stack. Informasi kecepatan dari velocity analysis digunakan untuk koreksi NMO (Normal Move Out)
6. Pembobotan tras (Trace Weighting)
Teknik ini dilakukan untuk meminimalisir multiple yang dilakukan dalam koridor CMP sebelum stacking. Proses ini menguatkan perbedaan moveout antara gelombang refleksi dengan multiplenya sehingga dapat mengurangi kontribusi multiple dalam output stack.
7. Stack
Penjumlahan tras-tras seismik dalam suatu CMP tertentu yang bertujuan untuk mengingkatkan rasio sinyal terhadap noise. Nilai amplutudo pada waktu tertentu dijumlahkan kemudian dibagi dengan akar jumlah tras.
8. Post-Stack Deconvolution
Dekonvolusi mungkin dilakukan setelah stacing yang ditujukan untuk mengurangi efek ringing atau multipel yang tersisa.
9. Migrasi F-K (F-K Migration)
Migrasi dilakukan untuk memindahkan energi difraksi ke titik asalnya. Atau lapisan yang sangat miring ke posisi aslinya. Mingrasi memerlukan informasi kecepatan yang mungkin memakai informasi kecepatan dari velocity analysis. Gambar dibawah menunjukkan karakter rekaman seismik sebelum dan sesudah migrasi. Bisakah anda melihat perbedaannya?
10. Data Output

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH


Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2).

Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

Gambar 2. Lokasi Cekungan Sumatra tengah dan batas-batasnya

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.

Stratigrafi Regional
Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Rift (Siklis Pematang)
Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
a) Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
b) Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah (gambar 6).
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
c) Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter (gambar 6).
d) Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai 600 m.
e) Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.

Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.

Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
(Siklis Sihapas  transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
a) Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.
b) Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m.
c) Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.

d) Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.
(Formasi Telisa  transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.
(Formasi Petani  regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.

Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.



DAFTAR PUSTAKA
Moulds, P.J., 1989, Development Of The Bengkalis Depression, Central Sumatra and Ins Subsequent Deformation – A Model for Other Sumatran Grabens, Proceedings Indonesian Petroleum Association – Eighteenth Annual Convention vol.1, Jakarta.
Shaw, J.H., Hook, S.C. dan Sitohang E.P., 1999, Extensional Fault-Bend Folding and Synrift Deposition: An Example from the Central Sumatra Basin, Indonesia, AAPG Bulletin, V. 81, No. 3 - Online presentation.
http://www.searchanddiscovery.net/documents/Indonesia
Wain, A.S. dan Jackson, B.A., 1995, New Pematang Depocentres on The Kampar Uplift, Central Sumatra, Proceedings Indonesian Petroleum Association – Twenty Fourth Annual Convention vol.1, Jakarta.
Wibowo, R.A., 1995, Pemodelan Termal Sub-Cekungan Aman Utara Sumatra Tengah, Bidang Studi Ilmu Kebumian – Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, Unpublished.

HUMPREY SPIRAL


PENDAHULUAN

Humprey Spiral merupakan alat pengolahan bahan galian yang termasuk dalam gravity concentration. Dasar kerja alat ini adalah switcing effect yang terdiri dari :
1). Differential Acceleration
2). Hindered Settling
3). Interstitial Trickling
4). Gaya Sentrifugal

Tiga gaya pertama adalah akibat jatuhnya meterial dengan perbedaan density tertentu dalam fluida. Sedangkan gaya sentrifugal dikarenakan bentuk dari alat ini yang berbentuk spiral.

Spiral concentration banyak digunakan karena murah biaya operasinya, kontinu, dan dalam keadaan steady, mekanisme pemisahan ini cepat dicapai. Alat ni banyak digunakan di pabrik besi, batubara, dan pada pemisahan bijih oksida logam.

Tujuan dari percobaan ini adalah :
 Mempelajari dan memahami prinsip kerja alat serta mekanisme pemisahan yang terjadi.
 Mempelajari operating variable alat serta pengaruhnya pada hasil pemisahan.

DASAR TEORI

A. THIN FILM CONCENTRATION

Thin film concentration merupakan alat/proses pemisahan melalui aliran fluida tipis dengan tebal merata dan sesuai dengan ukuran partikel yang akan dipisahkan, yang mengalir melalui suatu bidang miring, serta shear pada fluida sangat kecil.
Jika pada aliran tersebut ada partikel dengan ukuran sama tapi berbeda densitynya, maka partikel ringan akan memiliki kecepatan lebih besar daripada partikel berat, karena berada di lapisan atas. Jika partikel mempunyai density sama tapi berbeda ukuran, maka partikel yang berukuran besar akan mempunyai kecepatan yang lebih besar, karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar pada saat terdorong aliran air.
Kecepatan aliran fluida pada suatu kedalaman Y dari dasar adalah :
Vy = ρf . g . sin
Di mana : ρf = density fluida x = tebal fluida
η = viskositas fluida α = kemiringan (slope)
Maka susunan partikel dalam suatu aliran laminer lapisan fluida tipis :
 Paling atas : partikel kasar, ringan (density rendah)
 Tengah : partikel kasar berat, halus dan ringan
 Paling bawah : partikel halus berat
Saat partikel berada pada dasar bidang miring, gaya dorong aliran fluida bekerja pada partikel selain gerak antara partikel dengan bidang sluice. Gaya dorong akibat aliran fluida akan menekan luas Sehingga akan terjadi rolling dimana gaya dorong berbanding lurus dengan luas permukaan dan jarak pergeseran.
Tipe lain dari jenis pemisahan sejenis adalah flowing film concentration, di mana tebal lapisan lebih besar dari ukuran partikel, sehingga shear dari fluida juga berpengaruh pada proses stratifikasi partikel.

B. MEKANISME PEMISAHAN
Gaya-gaya yang bekerja pada partikel dalam aliran fluida adalah gaya dorong air dan hindered settling, jika partikel belum sampai ke dasar. Jika partikel berada di dasar, maka gaya-gaya yang bekerja adalah :
1). Dorongan air (Vair)
Pengaruh dari turunnya dari atas ke bawah melalui suatu bidang miring.
2). Gaya gesek
Terjadi akibat gesekan antara partikel yang bergerak dengan permukaan spiral, yang dapat dirumuskan seperti di bawah ini :
Fd = 6 . η . r . Vr
η = viskositas fluida Vr = kecepatan partikel
r = jari-jari partikel Fd = gaya gesek
3). Gaya sentrifugal
Gaya yang timbul akibat bentuk alat yang spiral, dan dapat dirumuskan menjadi :
Fc =
m = massa partikel r = jari-jari lingkaran spiral
v = kecapatan partikel Fc = Gaya Sentrifugal
Gaya gesek dan gaya sentrifugal bekerja secara berlawanan arah. Dari rumus di atas terlihat bahwa partikel berat akan mengalami gaya sentrifugal paling besar dan partikel kasar mendapat gaya gesek terbesar.
Jika Fc > Fd ; maka partikel akan terlempar menjauhi pusat spiral
Jika Fc < Fd ; maka partikel akan terpusat di tengah spiral
Gaya gesek Ff = f . m . g . cos θ, akan memperlambat gerak partikel, tetapi tidak berpengaruh terhadap proses pemisahan partikel pada bidang miring adalah gabungan dari fluida maupun partikel itu sendiri.
Cara kerja alat dengan memasukkan umpan dan air ke dalam feed box yang kemudian disedot oleh pompa untuk dinaikkan ke puncak spiral paling atas. Pada spiral yang paling bawah dipasang splitter untuk memisahkan material berat dengan yang ringan. Pada umumnya konsentrat melalui spliter paling dalam, kemudian midling di tengah, dan tailing di bagian pinggir.

C. ALAT SPIRAL CONCENTRATION
Dari bentuk spiralnya, maka alat spiral concentration dibagi menjadi dua, yaitu ;
1). Multi Off Take
 Humprey Spiral Concentration
 EBC Spiral Concentration
 Reicherts Spiral
 Vichers Spiral
2). Limited Off Take
 Cyclo Spiral
 Soviet Spiral Technology
 Misscetinious Spiral

D. VARIABEL ALAT DAN VARIABEL OPERASI
Dalam proses pemisahan partikel menggunakan spiral concentration, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :
1). Variabel Alat
1. Tipe spiral 4. Posisi spliter
2. Jumlah spiral 5. Ketinggian spiral
3. Penampang melintang helix dan diameter
2). Variabel Operasi
1. Derajat liberasi dan ukuran feed. 5. Selang ukuran feed
2. Laju pengumpanan 6. % solid umpan
3. Jumlah dan kecepatan aliran air pencuci (wash water)
4. Sifat-sifat material

PEMBAHASAN

Dalam proses pemisahan partikel menggunakan spiral concentration, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :
a). Variabel Alat
1. Tipe spiral
Tipe spiral berpengaruh terhadap kecepatan aliran alir, gaya sentrifugal yang dihasilkan dan jenis aliran.
2. Posisi spliter
Posisi spliter menentukan seberapa ukuran berat yang akan ditampung sebagai konsentrat, tailing dan midling.
3. Jumlah spiral
Pengaruh banyaknya spiral adalah untuk mendapatkan keadaan steady state, di mana aliran air tidak turbulen. Semakin banyak jumlah spiral akan semakin baik untuk keadaan steady state agar pemisahan berlangsung dengan baik.
4. Ketinggian spiral
Ketinggian sprial akan berpengaruh terhadap kemiringan (slope) spiral, yang akhirnya ikut menentukan apakah aliran fluida bersifat steady state.
5. Penampang melintang helix dan diameter

b). Variabel Operasi
1. Derajat liberasi dan ukuran feed.
Ukuran feed yang terlalu besar akan menyulitkan proses stratifikasi, karena akan ada partikel-partikel yang tidak dapat bergerak akibat tekanan air yang tidak kuat. Tetapi jika ukurannya terlalu kecil juga akan menyulitkan, karena akan banyak mineral berharga yang masuk ke tailing.
2. Selang ukuran feed
Selang ukuran umpan yang ideal adalah -35# sampai +48# (0,015 mm - 0,8 mm). Jika terlalu kecil dapat menyulitkan proses pemisahan, karena tidak terjadi stratifikasi pada lapisan di atas fluida. Jika terlalu besar juga akan menyulitkan pemompaan dan aliran air tidak cukup untuk melakukan pemisahan.

3. Laju pengumpanan
Jika laju pengumpanan terlalu besar, maka tidak akan terjadi stratifiksasi pada permukaan spiral. Karena terdapat tumpukan material yang tidak sempat terpisahkan oleh aliran air. Tetapi laju pengumpanan yang terlalu kecil juga tidak efisien.
4. Jumlah dan kecepatan aliran air pencuci (wash water)
Jumlah dan kecepatan aliran air pencuci ikut menentukan apakah aliran fluida bersifat steady state. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan motor yang digunakan untuk memompa air dari tangki penampungan kembali ke atas spiral yang paling tinggi.
5. Persen solid umpan
Idealnya persen solid pada umpan adalah 15%. Pengaruhnya adalah terhadap penciptaan kondisi hindered settling. Persen solid yang terlalu besar akan menyulitkan pempompaan, sedangkan jika terlalu kecil jadi tidak ekonomis.
6. Sifat-sifat material

DAFTAR PUSTAKA

1. John M. Currie, Unit Operation in Mineral Processing, John Wiley and Sons.
2. B.A. Wills, Bsc, Ph.D., C.Eng., MIMM, Mineral Processing Technology, Pergamon Press, 4th edition.
3. Pryor, E.J., Mineral Processing, London, 1974
4. Kelly & Spottiswood, Introductory to Mining Processing.



LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada umumnya bijih yang diolah dengan Hunprey Spiral adalah bijih yang mempunyai perbedaan density yang cukup besar antara mineral berharganya dan mineral pengotornya. Seperti bijih besi, kromit, cassiterite, zircon, rutile, monazite, dan batubara.
2. Gaya-gaya yang bekerja pada partikel mineral yang menyebabkan terjadinya pemisahan :




 Dorongan air (Vair)
Pengaruh dari turunnya dari atas ke bawah melalui suatu bidang miring.
 Gaya gesek
Terjadi akibat gesekan antara partikel yang bergerak dengan permukaan spiral, yang dapat dirumuskan seperti di bawah ini :
Fd = 6 . η . r . Vr
η = viskositas fluida Vr = kecepatan partikel
r = jari-jari partikel Fd = gaya gesek
 Gaya sentrifugal
Gaya yang timbul akibat bentuk alat yang spiral,dan dapat dirumuskan menjadi :
Fc =
m = massa partikel r = jari-jari lingkaran spiral
v = kecapatan partikel Fc = Gaya Sentrifugal
3. Fungsi hydrocyclon yang terdapat pada alat adalah :
Membawa material bersama air naik ke atas pada puncak spiral dan menjaga agar aliran air tidak turbulen pada waktu masuk spiral. Pengaruh banyaknya spiral adalah untuk mendapatkan keadaan steady state, di mana aliran air tidak turbulen. Semakin banyak jumlah spiral akan semakin baik untuk menciptakan keadaan steady state agar pemisahan berlangsung dengan baik.
4. Pengaruh faktor berikut terhadap efesiensi pemisahan :
 Laju pengumpan
Jika laju pengumpanan terlalu besar, maka tidak akan terjadi stratifiksasi pada permukaan spiral. Karena terdapat tumpukan material yang tidak sempat terpisahkan oleh aliran air. Tetapi laju pengumpanan yang terlalu kecil juga tidak efisien.
 Selang ukuran umpan
Selang ukuran umpan yang ideal adalah -35# sampai +48# (0,015 mm - 0,8 mm). Jika terlalu kecil dapat menyulitkan proses pemisahan, karena tidak terjadi stratifikasi pada lapisan di atas fluida. Jika terlalu besar juga akan menyulitkan pemompaan dan aliran air tidak cukup untuk melakukan pemisahan.
 Persen solid
Idealnya persen solid pada umpan adalah 15%. Pengaruhnya adalah terhadap penciptaan kondisi hindered settling. Persen solid yang terlalu besar akan menyulitkan pemompaan, sedangkan jika terlalu kecil jadi tidak ekonomis.

HUMPREY SPIRAL 2


Pemisahan mineral dengan menggunakan humprey spiral dasar utamanya adalah dari aliran fluida yang horizontal. Disamping itu specifik gravity dari mineral yang sangat menentukan akan keberhasilan dari operasi tersebut. Gaya-gaya yang berpengaruh pda proses ini adalah gaya dorong air, gaya gesek, gaya gravitasi dan gaya sentrifugal,
Alatnya berupa launder yang melingkar membentuk spiral, semaki panjang dari lounder maka konsentrat yang dihasilkan akan semakin ringgi kadarnya.
A. Gaya-gaya yang berpengaruh dalam proses operasi.
1. Gaya dorong air
Dalam operasi partikel dan cairan bergerak dengan keepatan yang dipegaruhi oleh kedalaman aliran cairan.
2. Gaya gesek
Dalam operasi ini gaya gesek akan sebandng dengan selisih beratjenis partikel dengan berat jenis fluidah, sehingga partikel yang berat jenisnya besar akan memiliki gaya gesek yang besar pula untuk volume yang sama.
3. Gaya gravitasi
Setiap mineral dalam operasi ini aka memperoleh percepatan gravitasi yang sama. Mineral dengan volume yang sama tetapi massa nya berbeda, maka mineral yang memiliki massa yang lebih besar akan mendapat gaya yang besar.
4. Gaya sentrifugal
Gaya ini arahnya ke bagian luar dari suatu area yang berputar, sehingga akan memberikan pengaruh-pengaruh kepada mineral ringan untuk terlempar ke luar dan terkumpul sebagai tailing.

B. Bagian-bagian utama dari humprey spiral :
1. Feed tank
Merupakan suatu tempat untuk menampung masuknya feed dan air atau pulp yang akan dilakukan pemisahan.
2. Cyclone
Alat untuk memisahkan antara air yang bersih dengan air yang masih bercampur dengan material.
3. Spliter
Suatu alat untuk mengatur masuknya konsentrat ke dalam port.
4. Port
Suatu lubang untuk masuknya konsentrat.
5. Natch
Merupakan lubang bukaan kecil yang apabila ada aliran wash water akan menimbulkan gerakan air sehingga konsentrat yang tidak tertampung terdorong.
6. Axis (sumbu)
Merupakan suatu pipa yang tegak di dalamnya berlubang sebagai saluran konsentrat untuk turun ke bawah.
7. Feed Box
Merupakan tempat feed atau umpan yang akan di konsentrasi
8. Riffle
Berfungsi untuk merubah aliran turbulen menjadi aliran laminer, sehingga terjadi pemisahan di dalam lounder.

C. Terjadinya pemisahan di dalam humprey spiral
Feed di masukkan ke dalam feed tank, dengan adanya pompa maka feed dihisap mesin ke dlam cyclone. Di dalam cyclone ini cairan dipisahkan dengan yang kental, yang encer dinaikkan ke atas sebagaai wash water, sedang pulp yang kental dinaikkan keatas menuju feed box sebagai umpan. Pulp yang kental dialirkan melalui lounder, demikian juga wash waternya dialirkan ke dalam lunder. Di dalam lounder ini aliran pulp maupun wash water diusahakan agar laminer.
Karena bentuk lounder ini berbentuk spiral dari atas kebawah, maka terjadi gerak arus setriuugal, sehingga material yang ringan akan terletak di bagia luar, sedangkan yang erat berada di dalamnya. Adanya wash water akan membantu dalam proses pemisahan. Aliran wash water melalui saluran kemudian lewat water chanel masuk ke aliaran pulp yang engakibatkan mineral ringan atau tailaing semakin kepinggir, sedangakan yang ada di tengah tinggal mineral-mineral berat yang nantinya sebagai konsentrat.
Mineral-mineral beratakan mengalir terus dan masuk kedalam port, malalui pipa penghubung konsetra ini keluar pada bagia bawah pada port ini dipasang spliter untuk mengatur aliran konsentrat yag akan masuk. Didalam suatu alat umprey spiral di pasang beberapa port untuk masuknya konsentrat, begitu pula lubang-lubag water chaneel sebagai keluarnya wash water. Faktor-aktor yang mempengaruhi dalam operasi ini aladah spesifik grafitasi mineral, kecepatan alira pulp wash water, kekentalan pulp, banyaknya putaran lounder per satuan panjang, panjang lounder, banyaknya lubang-lubang port dan water chanel.

D. THIN FILM CONCENTRATION

Thin film concentration merupakan alat/proses pemisahan melalui aliran fluida tipis dengan tebal merata dan sesuai dengan ukuran partikel yang akan dipisahkan, yang mengalir melalui suatu bidang miring, serta shear pada fluida sangat kecil.
Jika pada aliran tersebut ada partikel dengan ukuran sama tapi berbeda densitynya, maka partikel ringan akan memiliki kecepatan lebih besar daripada partikel berat, karena berada di lapisan atas. Jika partikel mempunyai density sama tapi berbeda ukuran, maka partikel yang berukuran besar akan mempunyai kecepatan yang lebih besar, karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar pada saat terdorong aliran air.
Kecepatan aliran fluida pada suatu kedalaman Y dari dasar adalah :
Vy = ρf . g . sin
Di mana : ρf = density fluida x = tebal fluida
η = viskositas fluida α = kemiringan (slope)
Maka susunan partikel dalam suatu aliran laminer lapisan fluida tipis :
a. Paling atas : partikel kasar, ringan (density rendah)
b. Tengah : partikel kasar berat, halus dan ringan
c. Paling bawah : partikel halus berat
Saat partikel berada pada dasar bidang miring, gaya dorong aliran fluida bekerja pada partikel selain gerak antara partikel dengan bidang sluice. Gaya dorong akibat aliran fluida akan menekan luas Sehingga akan terjadi rolling dimana gaya dorong berbanding lurus dengan luas permukaan dan jarak pergeseran.
Tipe lain dari jenis pemisahan sejenis adalah flowing film concentration, di mana tebal lapisan lebih besar dari ukuran partikel, sehingga shear dari fluida juga berpengaruh pada proses stratifikasi partikel.

E. ALAT SPIRAL CONCENTRATION
Dari bentuk spiralnya, maka alat spiral concentration dibagi menjadi dua, yaitu
1. Multi Off Take
a. Humprey Spiral Concentration
b. EBC Spiral Concentration
c. Reicherts Spiral
d. Vichers Spiral
2. Limited Off Take
a. Cyclo Spiral
b. Soviet Spiral Technology
c. Misscetinious Spiral

F. VARIABEL ALAT DAN VARIABEL OPERASI
Dalam proses pemisahan partikel menggunakan spiral concentration, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Variabel Alat
a. Tipe spiral
b. Jumlah spiral
c. Penampang melintang helix dan diameter
d. Posisi spliter
e. Ketinggian spiral
2. Variabel Operasi
a. Derajat liberasi dan ukuran feed.
b. Laju pengumpanan
c. Jumlah dan kecepatan aliran air pencuci (wash water)
d. Selang ukuran feed
e. Solid umpan
f. Sifat-sifat material

CBM (Coal Bed Methane)



Pengertian

Gas metan (CBM) adalah bentuk gas alami yang diekstrak dari lapisan batubara. Dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi sumber energi yang penting di Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara lain. Australia memiliki deposito yang kaya di mana ia dikenal sebagai gas lapisan batubara.

Juga disebut gas metan, istilah ini mengacu pada metana teradsorpsi ke dalam matriks padat batubara. Hal ini disebut 'gas manis' karena kurangnya hidrogen sulfida. Keberadaan gas ini dikenal dari kejadian di tambang batubara bawah tanah, di mana ia menyajikan risiko keamanan serius. gas metan, sering disebut sebagai CBM, berbeda dari batu yang khas atau reservoir gas konvensional lainnya, seperti metana yang disimpan di dalam batubara dengan proses yang disebut adsorpsi. metana ini dalam keadaan dekat-cair, lapisan bagian dalam pori-pori dalam batubara (disebut matriks). Yang patah tulang terbuka di batubara (disebut cleat) juga dapat berisi gas gratis atau dapat jenuh dengan air.

Tidak seperti gas alam banyak dari reservoir konvensional, gas metan berisi sangat sedikit hidrokarbon yang lebih berat seperti propana atau butana, dan tidak ada gas alam kondensat. Sering berisi sampai beberapa persen karbon dioksida. lapisan batubara Beberapa, seperti di daerah-daerah tertentu dari Tindakan Batubara Illawarra di NSW, Australia, mengandung metana kecil, dengan gas batubara lapisan utama yang dioxide.Contents karbon
Permeabilitas reservoir coal bed methane

Permeabilitas merupakan faktor kunci untuk CBM. Batubara sendiri merupakan reservoir permeabilitas yang rendah. Hampir semua permeabilitas tempat tidur batubara biasanya dianggap karena patah tulang, yang dalam batubara dalam bentuk cleat. Permeabilitas dari matriks batubara diabaikan oleh perbandingan. cleat Batubara terdiri dari dua jenis: cleat pantat dan cleat wajah, yang terjadi pada sudut mendekati benar. Para cleat wajah terus menerus dan memberikan jalan permeabilitas yang lebih tinggi sementara butt cleat non-kontinyu dan berakhir pada cleat wajah. Oleh karena itu, dalam skala kecil, aliran fluida melalui reservoir coal bed methane biasanya mengikuti jalur persegi panjang. Rasio permeabilitas dalam arah cleat wajah selama arah butt cleat dapat berkisar 1:01-17:01. Karena itu anisotropi permeabilitas, drainase daerah sekitar sumur coal bed methane sering berbentuk elips.
Sifat intrinsik yang mempengaruhi produksi gas

Gas yang terkandung dalam coal bed methane terutama metana dan melacak jumlah etana, nitrogen, karbon dioksida dan gas lainnya sedikit. sifat intrinsik batubara seperti yang ditemukan di alam menentukan jumlah gas yang dapat dipulihkan.

Porositas

Porositas reservoir coal bed biasanya sangat kecil berkisar dari 0,1 sampai 10%.

Kapasitas adsorpsi

Kapasitas adsorpsi batubara didefinisikan sebagai volume gas yang terserap per satuan massa batubara biasanya dinyatakan dalam SCF (kaki kubik standar, volume pada tekanan standar dan kondisi suhu) gas / ton batubara. Kemampuan untuk menyerap tergantung pada tingkatan dan kualitas batubara. Rentang ini biasanya antara 100-800 SCF / ton untuk lapisan batubara paling banyak ditemukan di Amerika Serikat. Sebagian besar gas dalam lapisan batubara adalah dalam bentuk teradsorpsi. Bila waduk adalah dimasukkan ke dalam produksi, air dalam ruang retak dikeringkan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan meningkatkan /> desorpsi gas dari matriks.

Retak permeabilitas

Sebagaimana dibahas sebelumnya, permeabilitas rekahan bertindak sebagai saluran utama untuk gas mengalir. Semakin tinggi permeabilitas, tinggi adalah produksi gas. Untuk lapisan batubara paling banyak ditemukan di AS, permeabilitas terletak pada kisaran 0,1-50 milliDarcies.

Tebal formasi dan tekanan reservoir awal

Ketebalan formasi mungkin tidak berbanding lurus dengan volume gas yang dihasilkan di beberapa daerah.

Untuk Contoh: Ia telah mengamati di Cekungan Cherokee Tenggara Kansas yang baik dengan zona tunggal 1-2 ft membayar dapat menghasilkan tingkat gas yang sangat baik, sedangkan sebuah formasi alternatif dengan dua kali ketebalan dapat menghasilkan apa-apa. Beberapa formasi batubara dan atau serpih mungkin memiliki konsentrasi gas yang lebih tinggi terlepas dari ketebalan formasi. Ini merupakan kasus khusus mungkin tergantung pada geologi.

Perbedaan tekanan antara blok dengan baik dan wajah pasir harus setinggi mungkin seperti halnya dengan penampungan produksi pada umumnya.
Lain properti

Parameter yang mempengaruhi lainnya termasuk kepadatan batubara, konsentrasi gas tahap awal, saturasi gas kritis, tereduksi saturasi air, permeabilitas relatif terhadap air dan gas pada kondisi Sw = 1,0 dan Sg = 1-Swirreducible masing-masing.

Ekstraksi

Untuk mengekstrak gas, lubang terbungkus baja dibor ke dalam lapisan batubara (100 - 1500 meter di bawah tanah). Sebagai tekanan dalam lapisan batubara menurun, karena lubang ke permukaan atau pemompaan sejumlah kecil air dari metan, baik gas dan melarikan diri 'air yang diproduksi' ke permukaan melalui tabung. Kemudian gas tersebut dikirim ke stasiun kompresor dan ke jaringan pipa gas alam. 'Air yang dihasilkan' adalah baik reinjected ke formasi terisolasi, dilepaskan ke dalam aliran, yang digunakan untuk irigasi, atau dikirim ke kolam penguapan. Air biasanya mengandung padatan terlarut seperti sodium dan klorida bikarbonat.

sumur gas metan sering menghasilkan pada tingkat gas lebih rendah dari waduk konvensional, biasanya memuncak pada sekitar 300.000 kaki kubik (8.500 m3) per hari (sekitar 0.100 m³ / s), dan dapat memiliki biaya awal yang besar. profil produksi sumur CBM biasanya ditandai dengan "penurunan negatif" di mana tingkat produksi gas pada awalnya meningkat karena airnya yang dipompa off dan gas mulai desorb dan aliran. Sebuah CBM kering juga tidak terlihat berbeda dari gas standar baik.

Proses desorpsi metana mengikuti kurva (dari kandungan gas vs tekanan reservoir) disebut isoterm Langmuir. isoterm ini dapat analitik dijelaskan oleh kandungan gas maksimum (pada tekanan tak terbatas), dan tekanan di mana setengah gas yang ada dalam batubara. Parameter ini (disebut volume dan tekanan Langmuir Langmuir, masing-masing) adalah properti dari batubara, dan sangat bervariasi. Sebuah batu bara di Alabama dan batubara di Colorado mungkin memiliki parameter yang sangat berbeda Langmuir, meskipun sifat batubara dinyatakan sama.

Sebagai produksi terjadi dari reservoir batubara, perubahan tekanan yang diyakini menyebabkan perubahan porositas dan permeabilitas batubara. Hal ini umumnya dikenal sebagai penyusutan matriks / pembengkakan. Sebagai gas desorbed, tekanan yang diberikan oleh gas di dalam pori-pori berkurang, menyebabkan mereka menyusut dalam ukuran dan membatasi aliran gas melalui batubara. Seperti pori-pori mengecil, menyusut matriks secara keseluruhan juga, yang akhirnya dapat meningkatkan ruang gas dapat berjalan melalui (yang cleat), meningkatkan aliran gas.

Potensi tertentu metan sebagai sumber CBM tergantung pada kriteria sebagai berikut. Cleat kepadatan / intensitas: cleat merupakan sendi terkurung dalam lembaran batubara. Mereka memberikan permeabilitas ke lapisan batubara. Sebuah kerapatan cleat tinggi diperlukan untuk eksploitasi CBM menguntungkan. Juga penting adalah komposisi maseral: maseral adalah, mikroskopis homogen, entitas petrografi dari batuan sedimen yang sesuai. Sebuah komposisi vitrinit tinggi sangat ideal untuk ekstraksi CBM, sedangkan inertinit menghambat sama.

Peringkat batubara juga telah dikaitkan dengan konten CBM: sebuah reflektan vitrinit sebesar 0,8-1,5% telah ditemukan untuk menyiratkan produktivitas yang lebih tinggi dari metana.

Komposisi gas harus diperhatikan, karena peralatan gas alam dirancang untuk gas dengan nilai kalor sekitar 1000 BTU (British thermal unit) per kaki kubik, atau hampir metana murni. Jika gas berisi lebih dari beberapa persen gas tidak mudah terbakar seperti nitrogen dioksida atau karbon, maka harus dicampur dengan gas yang lebih tinggi-BTU untuk mencapai kualitas pipeline. Jika komposisi metana dari gas metan kurang dari 92%, itu mungkin tidak berharga komersial.

Dampak lingkungan

sumur CBM dihubungkan oleh jaringan jalan, jaringan pipa, dan stasiun kompresor. Struktur ini bisa kompromi kualitas pemandangan habitat, lanskap fragmen satwa liar, dan menggantikan populasi satwa liar setempat. Seiring waktu, mungkin sumur berjarak lebih erat dalam rangka untuk mengekstrak metana yang tersisa. Selain itu, air yang dihasilkan dapat mengandung konsentrasi zat terlarut yang tidak diinginkan. penarikan Air mungkin menekan akuifer atas area yang luas dan mempengaruhi arus air tanah [1].

Di Australia, air yang dihasilkan biasanya menguap di kolam besar karena salinitas tinggi air. Baru-baru ini sejumlah perusahaan gas telah memulai operasi atau mengembangkan tanaman untuk mengobati air produk untuk digunakan sebagai pasokan domestik, pendingin air untuk pembangkit listrik atau dibuang ke sungai. tanaman ini biasanya menggunakan reverse osmosis untuk mengobati air produk. [rujukan?]

Dampak lingkungan pengembangan CBM dianggap oleh berbagai badan pemerintah selama proses perijinan dan operasi yang menyediakan peluang bagi komentar publik dan intervensi [2] Operator diharuskan untuk memperoleh izin bangunan untuk jalan, pipa dan struktur, memperoleh air limbah (diproduksi air). izin debit, dan mempersiapkan Dampak Lingkungan Laporan [3]. Seperti kegiatan lainnya pemanfaatan sumber daya alam, penerapan dan efektivitas undang-undang lingkungan, peraturan, dan penegakan bervariasi dengan lokasi. Pelanggaran hukum dan peraturan yang ditujukan melalui badan pengawas dan proses peradilan pidana dan perdata.

organisasi lingkungan dan konservasi Beberapa bekerja khusus pada advokasi pengembangan coal bed metana bertanggung jawab. Dewan Sumber Daya Plains Utara telah memimpin pertarungan ini di Montana sejak tahun 1999, dan Peduli Warga Tentang Metana B mutlak telah bekerja di luar Fernie, BC sejak tahun 1998.

Cadangan

Estimasi cadangan metana bervariasi, namun perkiraan 1997 dari US Geological Survey memperkirakan lebih dari 700 triliun kaki kubik (20 Tm ³) metana di AS. Pada harga gas alam sebesar US $ 6,05 per juta Btu (US $ 5.73/GJ), bahwa volume bernilai US $ 4,37 triliun. Setidaknya 100 triliun kubik kaki (2,8 Tm ³) itu secara ekonomi layak untuk menghasilkan.

Di Kanada, British Columbia diperkirakan memiliki sekitar 90 triliun kaki kubik (2.500 km3) gas metana. Alberta, sampai saat ini satu-satunya provinsi dengan komersial sumur gas metan, diperkirakan memiliki sekitar 170 × 1012 cu ft (4.800 km3) dari gas metan secara ekonomis dapat diperoleh. [4]

Mahalnya harga gas alam yang membuat CBM ekonomis mana sebelumnya mungkin belum.

Saat ini dianggap sebagai sumber daya tidak terbarukan, ada bukti oleh Alberta Research Council, Alberta Geological Survey dan lain-lain menunjukkan gas metan adalah sumber daya terbarukan, karena aksi bakteri yang membentuk metana yang sedang berlangsung. Penegasan yang terbarukan, bagaimanapun, telah dirinya menjadi salah satu perdebatan karena juga telah menunjukkan bahwa dewatering yang menyertai produksi CBM menghancurkan kondisi yang diperlukan untuk bakteri untuk memproduksi metana [5] Di samping itu., Tingkat pembentukan tambahan metana yang belum ditentukan. Perdebatan ini saat ini menyebabkan isu hak kepemilikan di provinsi Alberta Kanada, karena hanya sumber daya yang tidak terbarukan secara hukum dapat dimiliki oleh provinsi. [6]

Daerah dengan gas metan

Australia
Bowen Basin, (Fairview, Scotia, Spring Gully), Queensland, Australia
Surat Basin, Berwyndale, Windibri, Kogan, Daandine, Tipton Barat, Queensland, Australia
Kanada
Telkwa lapangan batubara, British Columbia
Cekungan sedimen Barat Kanada, Alberta

Amerika Serikat
Black Warrior Basin, Alabama
Cahaba Basin, Alabama
Cherokee Basin, Kansas
Slater Dome Basin, Wyoming dan Colorado
Powder River Basin, Wyoming dan Montana
Raton Basin, Colorado dan New Mexico
San Juan Basin, Colorado dan New Mexico

DEFINISI MINERALOGI




Mineralogi
Merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, antara lain sifat-sifat fisik, sifat kimia, keterdapatannya, cara terjadinya dan keguanaannya.

DEFINISI MINERAL
Menurut L.G. Berry & B. Mason 1959
Mineral = Benda padat homogen terdapat di alam terbetun secara anorganik, mempunyai komposisi kimia tertentu & mempunyai susunan atom yg teratur.

Menurut D.G.A. Whitten & J.R.V. Brooks 1972
Mineral = Bahan padat dgn struktur homogen mempunyai kompisisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yg anorganik.

Menurut A.W.R. Potter & H. Robinson 1977
Mineral = zat atau bahan yg homogen mempunyai komposisi kimia tertentu dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu kehidupan.

BATASAN-BATASAN MINERAL

• Suatu Bahan Alam
Bahan terbentuk secara alamiah bukan dibuat oleh manusia.

• Mempunyai sifat fisik & kimia tetap
Sifat fisik : warna, kekerasan, belahan, perwakan, pecahan
Sifat kimia : nyata api terhadap api oksidasi/api reduksi, pengarangan

• Berupa unsur tunggal atau persenyawaan yg tetap
Unsur tunggal : Diamond (c), Native silver (Ag) dll
Unsur senyawa : Barit (BaSO4), Magnetite (Fe3O4), Zircon(ZrSiO4)
Unsur senyawa kimia komplek :
- Epistolite – (NaCa) (CbTiMgFeMn) SiO4(OH)
- Polymignyte – (CaFeYZrTh) (CbTiTa) O4

• Anorganik
Mineral bukan hasil dari suatu kehidupan.
ada beberapa mineral hasil kehidupan = mineral organik Contoh : Coal, Asphal
• Homogen
Mineral tidak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses
fisika.
• Berupa padat, cair dan gas.
Zat Padat : Kwarsa SiO2, Barite BaSO4
Zat Cair : Air raksa HgS, Air H2O
Gas : H2S, CO2, CH4