Untuk proses pematangan ini diajukan berbagai macam hipotesa.
1. TEORI PERBANDINGAN KARBON ('CARBON - RATIO') DARI WHITE. White (1915) menghubungkan terjadinya perubahan minyak bumi dengan metamorfisme regional, sebagaiman diperlihatkan pada perubahan barubara. Berdasarkan penelitiannya di pegunungan Appalachia disimpulkannya bahwa minyak bumi yang bertingkat paling rendah ditemukan di daerah dengan formasi yang mengandung endapan karbonan yang paling sedikit terubah. Minyak bumi yang lebih tinggi tingkatannya ditemukan di daerah dengan perubahan zat organik yang lebih lanjut, seperti misalnya, batubara sub-bitumina. Di daerah batubara - bitumina tingkatan minyak buminya akan lebih tinggi lagi.
Jika perubahan residu karbon melampui 65 persen atau mungkin 75 persen dari karbon tetap dalam batubara murni, maka distilat minyak bumi terdapat berbagai gas pada temperatur batuan. Teori ini kembali lagi diungkapkan oleh Landes (1967) yang mengkorelasikan langsung antara cara terdapatnya jenis minyak serta gas bumi dengan tingkatan batubara (coal ranks) dan menyebutnya sebagai proses eometamorfisma.
2. FRAKSI MINYAK DALAM BATUAN (DAY, 1916).
Teori ini mengemukakan bahwa pendewasaan disebabkan karena fraksinasi minyak bumi dalam serpih lempung/batuan induknya. pada waktu migrasi, hidrokarbon yang tidak jenuh (naften, aromat) akan melekat pada lempung karena kapilaritas. dengan demikian minyak bumi yang bermigrasi akan lebih matang.
3. HUBUNGAN BERAT JENIS (DERAJAT API) MINYAK BUMI TERHADAP UMUR DAN KEDALAMAN.
Barton (1934) menemukan dari beberapa penelitiannya di daerah Gulfcoast, bahwa untuk umur yang sama, maka dalam terdapatnya minyak bumi makin meningkat kadar fraksi ringan dan derajat API-nya. Demikian pula untuk kedalaman yang sama, makin tua umurnya makin ringan minyak buminya. Hal yang sama ditemukan oleh McNab, Smith, dan Betts (1952).
KESIMPULAN YANG DAPAT DIAMBIL : makin dalam terdapatnya minyak bumi dan makin tua umurnya minyak bumi makin meningkatlah perbandingan hidrogen/karbon. Namun dalam hal gas, maka ditemukan keadaan sebaliknya, makin dalam dan makin tua gas tersebut, perbandingan hidrogen/karbon makin menurun.
Dalam hal ini sumber organik minyak bumi serta lingkungan pengendapan batuan induk harus diperhitungkan, karena fasies merupakan faktor yang lebih kuat daripada kedalaman dan umur. Berbagai proses pendewasaan karena kedalaman dan umur yang telah diusulkan, yaitu :
a. Hidrogenasi dan metilisasi. Dalam proses ini hidrokarbon yang tidak jenuh dijenuhi dengan hidrogen atau metil, dan merubah hidrokarbon siklis menjadi alifat. sebagai kemungkinan sumber hidrogen bebas diusulkan oleh Whitehead dan Breger (1960) cara iradiasi partikel alpa, sebagaimana tersirat dalam teorinya mengenai transformasi zat organik minyak bumi. Sumber lain adalah hasil aktivitas bakteri seperti dikemukakan oleh Zobell (1947).
b. Reaksi katalitis dan 'cracking'. Peninggian temperatur dan pengaktifan katalisator akan mematahkan hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon ringan/parafin.
c. aromatisasi. Erdman (1965) mengajukan proses konversi yang terjadi karena penurunan progresif dalam daya larut minyak bumi dari zat aspal, yang khas merupakan penyusunan minyak muda atau minyak primitif. hal ini merupakan suatu polimerisasi senyawa aromatik menjadi kompleks aspal. Dengan demikian zat naften dan aromat akan ketinggalan, dan minyak yang bermigrasi akan menjadi lebih bersifat parafin. Pada proses ini atom hidrogen akan dilepaskan.
d. Migrasi pemisahan dari fasa (Silverman, 1965). Konsepsi ini meliputi pemisahan secara fisik satu fasa dari sistem reservoir minyak bumi berfasa dua, yang kemudian yang diikuti oleh migrasi dari fasa yang telah dipisahkan dari reservoir asalnya. Hal ini meliputi pula penurunan tekanan untuk mendapatkan dua fasa (cairan dan uap).